Kehadiran internet turut membantu dan memudahkan masyarakat dalam mencari informasi dan hiburan. Bahkan untuk orang dewasa, urusan pekerjaan bisa diselesaikan via berselancar di dunia maya. Sedangkan anak-anak bisa mendapatkan hiburan lewat media sosial seperti Instagram atau Youtube.
Intinya -dunia maya jika digunakan dengan baik- bisa menambah pengetahuan, jejaring pertemanan, dan serta bisa digunakan sebagai tempat untuk meningkatkan pendapatan. Akan tetapi, dunia maya dan media sosial juga menyimpan hal negatif. Dalam beberapa kesempatan, media sosial seperti aplikasi chat menjadi tempat penyebaran berita hoaks yang berujung dengan gaduh 'perang' komentar negatif.
Internet dan media sosial juga berpotensi memberikan dampak buruk untuk anak-anak. Paparan terhadap konten yang tidak sesuai usia, seperti kekerasan, ujaran kebencian, atau pornografi, dapat memengaruhi perkembangan emosional dan psikologis mereka. Selain itu, penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan, gangguan tidur, hingga menurunnya kemampuan sosial di dunia nyata. Anak-anak juga rentan menjadi korban perundungan siber (cyberbullying) yang bisa merusak kepercayaan diri dan berdampak jangka panjang pada kesehatan mental.
Oleh karena itu, para orang tua disarankan bisa memberikan pendampingan ketika anak sedang mengonsumsi informasi via media sosial. Bila perlu, orang tua menonton terlebih dahulu lalu memilah konten yang bakal disaksikan oleh anak. Himbauan ini makin nyaring didengungkan seiring kemunculan kartun Tung Tung Tung Sahur dan karakter anomali yang sedang viral. Patut diketahui, ada yang menganggap tontonan ini menghibur. Namun ada pula yang kurang nyaman dengan karakter anomali dan cerita yang disaksikan karena menampilkan karakter-karakter yang tidak logis (imajinatif).
Menurut beberapa sumber di media online, karakter imajinatif seperti Tung Tung Tung Sahur sebaiknya tidak disajikan kepada anak yang belum siap secara kognitif. Misal, anak di bawah usia tujuh tahun. Sebab, anak dengan rentang usia seperti itu bisa dengan mudah meniru karakter yang ditampilkan. Artikel ilmiah yang dilansir unair.ac.id (cek selengkapnya di link ini) juga menyebutkan bahwa karakter-karakter dari konten anomali cenderung memberikan informasi yang kurang realistis. Sehingga, konten anomali dapat mengganggu proses pemahaman dan cara memahami realita. Ujungnya, hal ini dapat berdampak ke psikologis, kognitif, maupun sosial anak.
Memanfatkan Internet dan Media Sosial untuk Edukasi
Sebaiknya, para orang tua memberikan #BuktiBukanJanji dengan pendampingan serta membatasi screen time anak. Tujuannya, agar anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan kehidupan nyata dan relasi sosial. Orang tua juga perlu mengkurasi pilihan konten berkualitas dan berikan pemahaman terhadap anak mengenai konten yang baik. Meski begitu, berselancar di internet atau media sosial secara baik dan benar bukan hanya kewajiban anak. Orang tua juga harus menjalani skenario serupa. Karena, anak-anak lebih mudah belajar dan meniru kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka.
Memanfatkan internet dan media sosial untuk mencari informasi edukasi, promosi, atau meningkatkan pendapatan adalah contoh positif yang bisa dilakukan oleh para orang tua. "Misal, orang tua mencari informasi mengenai edukasi literasi keuangan. Kebetulan, tips-tips atau literasi finansial sudah bertebaran di jagat maya. Termasuk di artikel-artikel yang disajikan di www.sequis.co.id. Orang tua bisa bisa menggunakan internet dan media sosial untuk mencari produk asuransi yang sesuai untuk kebutuhan perlindungan keluarga", ujar Ferry Chandra Gunawan, CFP selaku Head of Sequis Training Academy of Excellence."
Jika ingin tahu banyak tentang asuransi dan produk asuransi Sequis, jangan ragu kunjungi Fan Page Sequislife OFFICIAL, Twitter @SequisOFFICIAL, dan Instagram @SequisOffical. Dengan memanfaatkan kanal-kanal digital tersebut, orang tua bisa mendapatkan informasi yang akurat dan tepercaya serta dapat terhubung langsung dengan layanan pelanggan atau agen asuransi untuk berkonsultasi mengenai kebutuhan spesifik keluarga mereka. Hal ini menunjukkan bahwa internet dan media sosial, jika digunakan dengan bijak, dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat dalam merencanakan masa depan yang lebih baik.
Lebih dari itu, orang tua juga bisa berbagi pengetahuan yang mereka peroleh kepada anak-anak secara sederhana dan menyenangkan. "Misalnya, mengenalkan konsep menabung, pentingnya proteksi kesehatan, atau cara mengelola uang jajan. Dengan demikian, literasi keuangan tidak hanya menjadi konsumsi orang dewasa, tetapi juga menjadi bagian dari pembelajaran keluarga secara menyeluruh," tambah Ferry."
Pada akhirnya, yang dibutuhkan bukan hanya pembatasan, tapi juga pendampingan, contoh nyata, dan pemanfaatan teknologi secara positif. Karena ketika keluarga mampu menjadikan internet sebagai ruang belajar dan bertumbuh bersama, maka dunia maya dan media sosial bukan lagi ancaman—melainkan sahabat dalam membangun masa depan yang lebih baik.